*MOTIFASI SEPINTAS HIKAYAT AL_MAHALLI*
*Sebagai seorang ulama besar(jalaaluddin al mahalli),* tentu akan mengundang para pemburu warisan para Nabi dan Rasul. Oleh karena itu, dari tangannya muncullah generasi kemudian yang menggantikan dan meneruskan perjuangannya. Mereka ialah As-Suyuthi, As-Sakhawi, As-Samhudi, dan seterusnya.
Namun demikian, meskipun Al-Mahalli adalah sosok ulama besar, ada satu hal yang tidak banyak diketahui orang. Bukan aib sebetulnya, akan tetapi justru motifasi belajar dan berjuang mengarungi lautan ilmu. Bahwa ternyata Al-Mahalli adalah termasuk orang yang sulit menghafal. Pernah suatu kali ia diminta oleh orang-orang di sekitarnya untuk menghafalkan sebuah untaian kata dalam dua baris. Namun Al-Mahalli sama sekali tidak sanggup menghafalnya meski sudah didesak berkali-kali. Demikian berita yang kami dengar dari guru kami, Dr. Muhammad Al-Hasan Asy-Syinqithi.
Cerita di atas dikisahkan oleh beliau setelah kami tanya, manakah yang didahulukan oleh penuntut ilmu jika ingin membaca kitab hadits, apakah Jami’ At-Tirmidzi yang oleh ulama dikatakan akan dapat difahami oleh tidak saja ulama, namun juga pelajar tingkat pemula, ataukah Shahih Al-Bukhari yang sulit difahami melainkan pelajar tingkat lanjutan.
“Shahih Al-Bukhari tentunya,” jawab beliau. Lantas beliau menjelaskan bahwa kitab yang sulit difahami manapun akan menjadi mudah manakala selalui dibaca berulang-ulang. Yang terpenting adalah, membacanya hingga selesai walaupun belum faham betul.
Pelajaran kisah di atas ialah, bahwa seberapa pun kemampuan seseorang, jangan pernah menyerah belajar. Karena sesuatu yang ditekuni pasti akan lunak pula. Lihatlah besi yang begitu keras, ia akan leleh ketika dipanasi dengan api meskipun boleh jadi suhunya tidak seberapa panas. Namun dengan terus-menerus, akan leleh pula. Percayalah!
Permasalahannya bukanlah faham atau tidak, tapi lebih pada mau membaca atau tidak. Inilah yang kiranya perlu dicamkan. Karena ternyata banyak orang yang mengeluh gagal memahami suatu kitab, namun ternyata setelah diselidiki, ternyata ia belum membacanya berulang-ulang. Baru dibacanya sekali dua kali, lantas mengeluh dan pada akhirnya menyerah. Belajar model apa ini?! Apatah lagi jika tidak diiringi dengan munajat dan doa pada Dzat yang Mahamemberi pemahaman. Alangkah celakanya orang semacam ini.
Semoga Allah Ta’ala selalu memberikan kita istiqamah dalam belajar serta kemampuan menghafal dan memahami yang baik._ Aamiin.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar